Sunday, September 2, 2012

Circumpunct Raksasa di Persimpangan Amerika!  

(Washington DC Bagian 1)



Matahari bersinar cerah, bahkan cenderung terik, saat pesawat US Airways yang kutumpangi memasuki Washington DC. Salah satu tempat yang sudah lama masuk dalam list perjalananku. Pesawat kemudian mendarat dengan mulus di landasan pacu Reagan National Airport. Dari jendela pesawat terlihat Monument Washington dan US Capitol berdiri di kejauhan, keduanya terlihat mencolok dari bangunan lain karena warna putihnya yang cemerlang. "Selamat datang di ibu kota dunia", bisik Bayu di telinga kiriku sambil tersenyum memandang ke luar jendela pesawat. Bersama puluhan penumpang lainnya, kamipun bergegas tak sabar ingin segera keluar pesawat.


Di penghujung Agustus, bandara-bandara di Amerika Serikat padat penumpang. Juli-Agustus adalah musim panas, selama 2 bulan itu sekolah libur dan orang-orang banyak yang memilih melakukan perjalanan wisata. Reagan National Airport sebetulnya berada di negara bagian Virginia, tapi jaraknya tak terlalu jauh, kira-kira 5 km arah selatan dari pusat kota Washington DC. Kami berangkat dari Logan International Airport di Boston. Lama penerbangan menuju Washington DC sekitar 1,5 jam. 

Mengikuti petunjuk arah, dengan tas dan ransel di punggung, kami memacu langkah ke National Airport Metro Station, stasiun subway. Tak ada tas yang kami masukkan ke bagasi pesawat, selain tak banyak barang yang kami bawa, juga ngirit. Berbeda dengan di Indonesia, penerbangan di US menerapkan aturan kejam terhadap penumpangnya. Disini,1 buah tas dikenakan biaya bagasi $25!
 

Setelah membeli tiket kereta sekali jalan seharga $2,7 dari mesin yang ada di pintu masuk stasiun, kami naik M Blue (M adalah sebutan kereta bawah tanah di Washington DC, sedang Blue adalah jenis Line subway yang dibedakan dengan warna tertentu) jurusan Largo Town menuju Dupont Circle, lokasi hotel yang sudah kami pesan secara online sebelumnya. Untuk urusan petunjuk arah, percayakanlah sepenuhnya pada Google Maps, layanan itu sungguh berguna, mulai dari pilihan moda transportasi hingga lamanya waktu tempuh perjalanan, semua tersaji secara akurat! Sangat membantu, bahkan untuk orang yang o'on membaca peta seperti saya :D
 

Sesuai petunjuk Google Maps, kamipun turun di McPherson Square Station. Berjalan sekitar 4 blok menyusuri pertokoan di Dupont Circle, tibalah kami tanpa nyasar ke District Hotel di Rhode Island Ave. Setelah menitipkan ransel, karena waktu check-out baru jam 3 sore, kami kembali meninggalkan hotel melanjutkan perjalanan. Agenda pertama adalah mengisi perut, yang memang sudah berontak minta diisi, mengingat saat itu sudah lewat pukul 1 siang. 

Dupont Circle


Dupont Circle adalah kawasan pertokoan dan bisnis yang cukup ramai di Washington DC, sehingga tempat makan dengan mudah kami temukan di sekitar hotel. Sambil jalan kami melewati deretan kantor kedutaan negara asing, Embassy Row, termasuk Indonesia. Dibanding negara-negara lain, gedung KBRI di Washington DC terbilang megah, berada di sudut jalan. Supaya menghemat waktu, makan siang kali ini kami putusan menunya fast food. 
Gedung KBRI di Dupont Circle, Washington DC

Saat urusan perut rampung, barulah kami bergerak menuju National Mall. Kali ini kami memilih naik bus. Harga tiket 1 kali jalan untuk menumpang Metro Rail dan/atau Metro Bus adalah $1.95 ‐ $5 tergantung zona dan jarak tempuh perjalanan. 



Di Washington DC, tiket Metro Rail berbeda dengan tiket Metro Bus dan keduanya tidak bisa saling digunakan antar kedua moda transportasi tersebut, KECUALI jika kita menggunakan kartu SmarTrip. Kartu SmarTrip bentuk dan ukurannya mirip kartu kredit, yang memiliki keunggulan bisa dipakai di semua jenis transportasi publik di dalam area kota Washington DC. (Seperti Octopus Card di Hong Kong, Easy Card di Taipei, atau Charlie Card di Boston) Kartu SmarTrip juga bisa diisi ulang di stasiun‐stasiun subway di Washington DC.


Dari Rhode Island Avenue Dupont Circle, kami naik bus no 52 jurusan L'Enfant Plaza menuju The National Mall West. Kompleks National Mall menghubungkan wilayah Capitol dengan Lincoln Memorial. Inilah tempat-tempat pemujaan bagi pencapaian manusia dibangun. Deretan museum Smithsonian yang dipenuhi beragam temuan ilmuwan, karya-karya seni, ilmu pengetahuan dan gagasan-gagasan para pemikir besar Amerika menghiasi National Mall. 

Smithsonian Castle di National Mall

Museum-museum itu mengisahkan sejarah manusia sebagai pencipta, mulai dari peralatan batu di dalam Native American History Museum, Museum of Natural History, sampai jet-jet dan roket-roket di dalam National Air and Space Museum.


Smithsonian Air and Space Museum
Museum of Natural History

So many museums, so little time!


National Mall saat Cherry Blossom berbunga
Kami melanjutkan perjalanan ke arah barat, menyusuri perairan Tidal Basin menuju Jefferson Memorial. Sambil melangkah saya membayangkan betapa romantisnya jika berjalan di kawasan ini pada April, saat itu Cherry Blossom (sebutan Sakura di Amerika) tengah berkembang. Seluruhnya dipenuhi wangi sakura, bernuansa putih dan pink.. Duh, dalam hati saya berjanji suatu saat  akan kembali ke sini saat musim semi entah tahun kapan…


Di ujung perairan Tidal Basin, bangunan megah The Jefferson Memorial, dengan kubah bulatnya telah menanti kami.

Washington dan Jefferson dari seberang Tidal Basin


Pantheon (nama kuil kuno di Roma ) Amerika, demikianlah banyak orang menyebutnya. Dengan napas tersengal, saya segera menapaki tangga Jefferson Memorial.


The Jefferson Memorial

Thomas Jefferson adalah Bapak Bangsa Amerika Serikat, seperti Bung Karno di Indonesia. Di usia 33 tahun sebagai anggota Kongres Kontinental yang mewakili Virginia, Thomas Jefferson menyusun sebagian besar Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Ia menjadi Presiden Amerika Serikat ketiga pada tahun 1801-1809. Selain politikus, Thomas Jefferson juga seorang filsuf politik yang gencar mendukung faham kebebasan liberal (liberalism), faham republik, dan pemisahan antara negara dan agama. Rakyat Amerika mengenang Thomas Jefferson dengan membangun gedung The Jefferson Memorial di National Mall Washington DC yang di buka resmi untuk umum pada 26 Juni 1934.

Setelah foto-foto dan mengagumi arsitektur Jefferson Memorial, Bayu mengajakku melanjutkan perjalanan menyusuri kompleks National Mall West. Dalam hati saya bersyukur, untuuung pake sepatu joging! Sneaker adalah pilihan tepat bagi yang mau menjelajahi National Mall. Baru hari pertama, kaki dah pegel…
 

Sekira 10 menit jalan kaki, kami sampai di The Franklin Delano Roosevelt Memorial. Disini kami tak berlama-lama. 


Salah satu dinding di Franklin Delano Roosevelt Memorial

Lanjut, memaksa kaki melangkah menuju Lincoln Memorial. Dari kejauhan, bangunan raksasa itu tegak dengan kesederhanaan kakunya. Garis-garis ortogonalnya mengingatkan pada Kuil Parthenon kuno di Athena. Megah, kata yang tepat untuk menggambarkannya! 

Lincoln Memorial

Dibangun tahun 1922 oleh Henry Bacon, setidaknya ada 24 juta orang yang berkunjung ke The Lincoln Memorial dan Reflecting Pool setiap tahunnya. Seperti patung raksasa Lincoln yang bertahta di singgasananya, saya pun betah rasanya duduk bersantai disini. Angin bertiup sejuk, mata enak memandang ke kolam yang di kiri kanannya hijau oleh pepohonan. Kolam ini memanjang 618 meter dengan lebar 51 meter dan mampu menampung 25,5 juta liter air. 

Menanti senja menyentuh puncak Washington Monumen


Tepat di ujung sana, berdiri megah Washington Monumen.
 

Reflecting Pool di depan Lincoln Memorial

Yaa…di seberang sana, cahaya keemasan matahari senja menyinari ujung tertinggi menara batu Monumen Washington. Obelisk Mesir milik Amerika! (Obelisk ini, bahkan lebih besar daripada obelisk Kairo atau Alexandria). Selain di Washington ini, obelisk Mesir besar lainnya ada di Vatican City, di jantung Lapangan St. Peter dipahat 1300 tahun sebelum Yesus lahir. Obelisk berpermukaan marmer setinggi 555 kaki atau setara 170 meter yang ada di National Mall menandai jantung bangsa ini. Monumen Washington dibuat pada 4 Juli 1848 dengan batu puncak yang beratnya 3.300 pon atau setara 1.500 kg. Saat dibangun, monumen ini merupakan bangunan tertinggi di dunia. 



Obelisk Mesir milik Amerika Serikat

Duduk mengurangi penat di kaki, saya mengagumi monumen yang ada di hadapan kami. "Lihat, betapa cerdasnya", kata Bayu. "Setiap cahaya matahari pertama yang menimpa ibu kota bangsa ini, setiap hari, menerangi dua kata: Laus Deo". Pada batu puncak obelisk, tepatnya pada puncak sebelah timur yang menghadap arah matahari terbit terdapat tulisan Laus Deo, yang diukir dari aluminium, logam yang sama berharganya dengan emas pada zaman itu. Laus Deo Frasa Latin terkenal yang artinya "Terpujilah Tuhan". Seakan-akan orang Amerika itu berkata “praise be to God” setiap paginya :D 

Tak hanya itu, Monumen Washington juga berdiri di tengah lingkaran di dalam lingkaran. Ya, circumpunct raksasa... simbol universal untuk Tuhan.. di persimpangan Amerika!


Washington Circumpunt

Menurut legenda, orang-orang bijak yang menyandikan Misteri Kuno pada zaman dahulu telah meninggalkan semacam kunci... kata-sandi yang bisa digunakan untuk memecahkan rahasia-rahasia tersandi. Kata-sandi ajaib ini - yang dikenal sebagai verbum significatium - dikatakan memiliki kekuatan untuk mengangkat kegelapan dan memecahkan Misteri Kuno. Menyingkapkan misteri-misteri itu untuk pemahaman semua manusia. Ketika umat manusia tidak bisa lagi bertahan tanpa kebenaran, pengetahuan, dan kebijakan selama berabad- abad, manusia pada akhirnya akan menggali Kata itu dan memasuki abad baru pencerahan yang menakjubkan. 

Verbum Significatium: Circumpunt!
Verbum Significatium adalah kata yg hilang. Namun menurut Dan Brown dalam novelnya The Lost Symbol, verbum significatium bukanlah berupa kata melainkan sebuah simbol: Circumpunct! Lingkaran di dalam lingkaran. 

Circumpunt tak hanya ditemukan di banyak artefak dan peninggalan kuno peradaban lalu, tapi dalam kehidupan sehari-hari sering kita saksikan di sekitar kita. Circumpunt hadir dalam bentuk kue paling populer di Amerika, donut! Circumpunt menjadi simbol saat kita ingin menyalakan sebuah perangkat elektronik. Dalam budaya Jawa, circumpunt juga hadir sebagai gong, alat musik yang dibunyikan sebagai tanda dimulainya sebuah perhelatan. Betapa circumpunt, sebetulnya hadir dalam keseharian kita.






Getar handphone, membuyarkan lamunan saya. Sebuah pesan masuk dari sahabat saya Eva. Rupanya pekerjaanya sudah selesai, setengah jam lagi ia mengajak kami bertemu di sebuah restoran Asia tak jauh dari Farragut Metro Station, sekitar 4 perhentian subway dari National Mall. Tak terasa, jarum jam ternyata sudah menunjukkan angka delapan. Cukup lama saya tak bertemu dengan Eva, sejak ia meninggalkan Jakarta 2 tahun lalu. "Pas, saatnya makan malam neh..", kata Bayu sambil menggenggam tanganku. Kami pun meninggalkan Lincoln Memorial. 

Matahari musim panas perlahan tenggelam di barat, dan cahaya akan kembali naik dari dunia ke langit, bersiap untuk hari yang baru… (bersambung)

4 comments:

  1. wow asyik nih.., misterinya udah tersingkap belum ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tengkyuu...Washington DC memang bertebar simbol..nantikan kemunculan circumpunt lainnya di tulisan berikutnya yaa :)

      Delete
  2. coba tengok dibawah obelisk ada apa.. :)

    ReplyDelete