Thursday, September 6, 2012


The Apotheosis of Washington, Dewa Zeus di Republik Baru

(Washington DC Bagian 2)


Sambil menyendok sereal ditemani wafel hangat berselimut madu dengan olesan krim keju, gw asyik menikmati suasana Dupont Circle di pagi hari. Di seberang meja, Bayu duduk dengan segelas kopi dan 3 macam roti di piringnya. Selain kami, ada beberapa kelompok penghuni hotel lainnya yang juga memilih sarapan di teras depan hotel pagi itu. Pukul setengah 9 pagi, lalu lintas kendaraan belum begitu padat. Namun para pejalan sudah ramai yang melintas. Mulai dari warga lokal, yang jogging atau sekedar berjalan bersama anjing peliharaannya. Ibu-ibu yang mendorong bayinya, atau mbak dan mas bule yang bergegas dengan setelan rapi kantor mereka, hingga orang-orang dengan busana khas negaranya.
 

Sejak tahun 1976, Washington DC sudah menjadi kota multikultural. Kota ini boleh dibilang menjadi ibu kota dunia. Selain kantor kedutaan negara-negara seluruh dunia, hampir seluruh lembaga internasional juga menempatkan kantor pusatnya disini.
 

Amerika Serikat memang salah satu negara yang jadi impian banyak orang di dunia. Sebuah negeri adidaya yang terdiri atas 50 negara bagian, terbentang di area seluas 5,8 juta km2. Sebagai gambaran, jarak New York (yang terletak di wilayah pantai timur) ‐ Los Angeles (yang terletak di wilayah pantai barat) adalah sekitar 4000 km! Majalah Traveler National Geographic menyebut, untuk mengunjungi AS dalam satu kali perjalanan, bakal dibutuhkan waktu sekitar 6 bulan sampai 1 tahun penuh agar bisa menjelajah ke 50 negara bagian tersebut.

Terletak di wilayah District of Columbia, tahun 1790, George Washington memutuskan untuk membangun ibu kota negara. Di tepi perairan tenang Sungai Potomac, para leluhur Amerika Serikat memilih rawa basah Foggy Bottom untuk meletakkan batu pertama masyarakat impian mereka. Gedung US Capitol berdiri megah di ujung sebelah timur National Mall, di dataran tinggi yang digambarkan oleh desainer kota Pierre L'Enfant sebagai "alas yang menunggu monumen", demikian  Dan Brown menerjemahkan gagasan itu dalam novelnya The Lost Symbol. Nah, ke sanalah tujuan kami hari ini, menjelajahi National Mall bagian timur.


Dari hotel, kali ini kami memilih naik bis dan turun tepat di halaman Washington Monumen, lalu berjalan menyusuri jalur hijau menuju gedung US Capitol. Meski panas terasa terik, udara tetap segar. Mungkin karena di National Mall yang luasnya 125 hektar ini banyak pohon-pohon rindang. Selain ramai oleh orang-orang yang berolahraga, kawasan ini sudah dipenuhi wisatawan. Sebagian mengantri di depan museum-museum yang ada di sini, sebagian lainnya seperti gw, berjalan menuju gedung putih cemerlang dengan kubah berkilau, di ujung timur National Mall.
 

Pada tahun 1972 Thomas Jefferson menggelar lomba design gedung US Capitol, dengan hadiah $500. Desain dimenangkan oleh Thornton dan dimodifikasikan oleh Benjamin Henry Latrobe dan Charles Bulfinch. Setahun kemudian ia mulai membangun US Capitol, yang sekarang menjadi bangunan tertua di Washington DC. Setelah selesai tahun 1800-an Capitol menjadi ikon kota ini. Meski tahun 1812 ketika perang Inggris - Amerika, kota ini rusak parah, namun Washington DC berhasil membela diri.
 

Dua puluh menit berjalan, kaki terasa capek juga. Gw memilih duduk sebentar di kursi, yang memang banyak tersebar di area National Mall ini. "Kita kok ga sampek-sampek juga ya?", tanyaku sambil membuka botol air mineral. Sebelum menjawab Bayu malah ketawa duluan…"lhaaa kan jaraknya 1,9 miles alias 3 km, kalo di peta emang keliatan deket tuh jaraknya! Gapapalah…sekalian olahraga. Lagian kalopun naek bis berhentinya juga jauh kok". Hadeeeh….gawat neh pikir gw, baru memulai hari, kaki gw udah cenat-cenut!
 

Setelah istirahat sebentar, gw kembali memaksa kaki melangkah menuju gedung US Capitol. Dibanding pengunjung lainnya, boleh dibilangng, gw yang paling lambat kali yeee jalannya…maklumlah orang Jakarta kan gak terbiasa jalan kaki, kemana-mana naek mobil dan ojek, kalaupun ada pedestriannya, rebutan sama tukang parkir dan PKL! Sepuluh menit kemudian, akhirnya sampailah kami di depan US Capitol.
 


No matter how often u see it on tv, but if u see it right in front of your eyes, it's still very amazing!

Area US Capitol panjangnya lebih dari 230 meter dan lebarnya 100 meter. Gedung parlemen AS ini memiliki lebih dari 65.000 meter persegi ruangan lantai, dan memiliki 541 ruangan yang menakjubkan. Arsitektur neoklasiknya didesain dengan cermat untuk menggaungkan kemegahan Roma Kuno, yang gagasan-gagasannya menjadi inspirasi bagi para pendiri Amerika dalam menetapkan Undang-undang dan Kebudayaan Republik Baru itu.

Setelah puas menikmati kemegahan US Capitol dari depan, gw berjalan ke bagian belakang gedung menuju visitor center yang ada di basement. Lumayan bikin ngos-ngosan, karena luasnya dan jalannya yang menanjak. Memasuki area ini, pemeriksaan keamanan cukup ketat. Lapisan penjaga sudah terlihat sejak di halaman gedung. Syarat-syarat memasuki gedung ini sama seperti ketika kita memasuki bandara di AS, plus pengunjung dilarang membawa tas yang ukurannya lebih dari 14 inch. 

Meski berada di basement, visitor center nya terbilang megah, seperti memasuki mall. Replika Statue of Freedom -  patung yang ada di puncak Rotunda- menjadi primadonanya, tepat di tengah ruangan. Kami langsung mendaftar, dengan menunjukkan passport. Petugas kemudian memberi peserta tur stiker putih berisi nama, nomer dan lama waktu berkunjung.  Tiap pengunjung dikelompokkan dalam 5-10 orang bersama seorang pemandu tur. Setelah menunggu sekitar 5 menit, tur yang berdurasi 1 jam itu dimulai. Setelah sedikit perkenalan dari Douglas pemandu tur kami, dan penjelasan penggunaan alat bantu, kami digiring memasuki sebuah theater. Disini, pengunjung disuguhi film dokumenter sejarah bangsa AS dan pembangunan US Capitol yang berdurasi 20 menit.
 

Dari sekian ruangan di US Capitol, bagi gw ada 2 yang mengesankan. Pertama, National Statuary Hall, berbentuk setengah lingkaran seimbang dan dibangun dengan gaya amfiteater Yunani. Dinding-dinding melengkung anggun dari batu pasir dan plester Italia diselingi kolom-kolom batu breccia beraneka ragam. Di dalam National Statuary Hall ada 38 patung orang Amerika terkemuka seukuran manusia, yang berdiri membentuk setengah lingkaran di atas bentangan luas lantai marmer hitam putih.

Ruangan kedua, tentu saja Rotunda! Inilah ruangan yang paling terkenal di AS. Perasaan kagum tak bisa disembunyikan saat memasuki Rotunda. Ada empat juta kilogram besi di dalam kubah itu. Karya cerdas arsitektural yang tak tertandingi untuk tahun1850-an.
 

Dalam sejumlah literatur disebutkan, para bapak bangsa pendiri Amerika ini, awalnya menamai ibu kota mereka nama "Roma". Mereka menamakan sungainya Tiber dan mendirikan ibu kota klasik dengan banyak pantheon dan kuil yang kesemuanya dihiasi gambar dewa-dewi terkenal dalam sejarah - Apollo, Minerva, Venus, Yupiter, dll. Di tengah-tengahnya, seperti pada banyak kota klasik besar lain, para pendirinya membangun penghormatan kekal bagi para leluhur -obelisk Mesir. 
 

Kini, berabad-abad kemudian, walaupun Amerika memisahkan gereja dengan negara, Rotunda dipenuhi simbolisme keagamaan kuno. Ada lebih dari selusin dewa di Rotunda ini. Dalam literatur disebutkan bahwa Rotunda dirancang sebagai penghormatan untuk salah satu kuil mistis paling dipuja di Roma: Kuil Vesta. Kuil Vesta di Roma berbentuk melingkar,  dengan lubang menganga di lantai sebagai tempat api suci pencerahan yang diawasi oleh kelompok persaudaraan para perawan yang bertugas menjaga api agar tidak pernah padam. 

Di dalam Rotunda inilah, lewat karya seni, presiden pertama AS George Washington digambarkan sebagai Dewa Zeus. Tema perubahan manusia menjadi Tuhan adalah elemen inti dalam simbolisme Rotunda US Capitol. Hal itu tampak pada lukisan terbesar di atap Rotunda yang berjudul The Apotheosis of Washington, yang menggambarkan George Washington sedang ditransformasikan menjadi dewa.


The Apotheosis of Washington, lukisan dinding seluas 433 meter persegi yang menutupi kanopi Rotunda Capitol diselesaikan tahun 1865 oleh Constantino Brumidi. Dikenal sebagai "Michelangelo-nya Capitol", Brumidi menorehkan namanya di Rotunda sama seperti Michelangelo di Kapel Sistine, yaitu dengan membuat lukisan dinding pada kanvas tertinggi di ruangan - pada langit-langit. Seperti Michelangelo, Brumidi pernah menciptakan beberapa karya terbaiknya di Vatikan. Namun Brumidi berimigrasi ke Amerika pada 1852, demi kuil baru US Capitol

"Itu George Washington di panel tengah," kata Douglas yang siang itu menjadi pemandu kami selama mengikuti tur di US Capitol. Ia menunjuk 55 meter ke atas, ke tengah kubah. "Seperti yang bisa kalian lihat, George Washington berjubah biru, diiringi tiga belas perawan, dan terangkat di atas awan di atas manusia fana. Ini momen apotheosis-nya... perubahannya menjadi dewa." Ada tiga kata dalam bahasa Latin yang dilukis di dalam Apotheosis: E PLURIBUS UNUM. Artinya "Satu yang muncul dari banyak". 

Jika diperhatikan, The Apotheosis of Washington karya Brumidi yang menghiasi rotunda juga berbentuk 2 lingkaran, tepatnya lingkaran di dalam lingkaran: circumpunt! Seolah hendak mengatakan kepada dunia, inilah tombol untuk mengaktifkan segala aktifitas di dunia, tepat dari jantung kota Washington, tempat para anggota parlemen membuat undang-undang menentukan kebijakan negara mereka.

Sembari memuaskan mata menikmati keindahan Rotunda, gw mengetikkan kata kunci ‘George Washington Zeus' di laman pencari BB. Salah satu tautannya menyebutkan, bahwa Rotunda ini pernah didominasi oleh patung besar George Washington bertelanjang dada… digambarkan sebagai dewa. Dia duduk dengan pose yang persis sama seperti Zeus di Pantheon, dengan dada telanjang, tangan kiri memegang pedang, tangan kanan terangkat dengan jempol dan telunjuk teracung. 

Tapi saat patung George Washington telanjang karya Horatio Greenough pertarna kali ditampilkan di Rotunda, justru dijadikan gurauan banyak orang bahwa Washington menjangkau ke langit karena berusaha mencari pakaian :) 
Guyonan itu kemudian berubah menjadi kontroversi, dan patung itu dipindahkan ke sebuah gudang. Saat ini, patung George Washington telanjang itu ditempatkan di National Museum of American History milik Smithsonian.

Keluar dari Rotunda, lorong panjang bawah tanah  menuju Perpustakaan Konggres sudah menanti kami... (bersambung)

1 comment:

  1. Tulisanny sama dengan yg ada di novel DAN BROWN berbahasa indonesia,

    ReplyDelete